Suku Bugis adalah salah
satu suku yang berdomisili di Sulawesi Selatan. Ciri utama kelompok etnik ini
adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang
merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang
di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga bisa dikategorikan sebagai orang
Bugis. Diperkirakan populasi orang Bugis mencapai angka enam juta jiwa. Kini
orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan
Selatan. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara seperti di
Malaysia, India, dan Australia.
Suku Bugis adalah suku yang
sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat. Suku ini sangat menghindari
tindakan-tindakan yang mengakibatkan turunnya harga diri atau martabat
seseorang. Jika seorang anggota keluarga melakukan tindakan yang membuat malu
keluarga, maka ia akan diusir atau dibunuh. Namun, adat ini sudah luntur di
zaman sekarang ini. Tidak ada lagi keluarga yang tega membunuh anggota
keluarganya hanya karena tidak ingin menanggung malu dan tentunya melanggar
hukum. Sedangkan adat malu masih dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan.
Walaupun tidak seketat dulu, tapi setidaknya masih diingat dan dipatuhi.
Salah satu daerah yang
didiami oleh suku Bugis adalah Kabupaten Sidenreng Rappang. Kabupaten Sidenreng
Rappang disingkat dengan nama Sidrap adalah salah satu kabupaten di provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pangkajene
Sidenreng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 dan berpenduduk
sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Penduduk asli daerah ini adalah suku Bugis
yang ta’at beribadah dan memegang teguh tradisi saling menghormati dan tolong
menolong. Dimana-mana dapat dengan mudah ditemui bangunan masjid yang besar dan
permanen. Namun terdapat daerah dimana masih ada kepercayaan berhala yang biasa
disebut ‘Tau Lautang’ yang berarti ‘Orang Selatan’. Orang-orang ini dalam
seharinya menyembah berhala di dalam gua atau gunung atau pohon keramat. Akan
tetapi, di KTP (Kartu Tanda Penduduk) mereka, agama yang tercantum adalah agama
Hindu. Mereka mengaku shalat 5 waktu, berpuasa, dan berzakat. Walaupun pada
kenyataannya mereka masih menganut animisme di daerah mereka. Saat ini, penganut
kepercayaan ini banyak berdomisili di daerah Amparita, salah satu kecamatan di
Kabupaten Sidrap.
Di Sidrap pernah hidup
seorang Tokoh Cendikiawan Bugis yang cukup terkenal pada masa Addatuang
Sidenreng dan Addatuang Rappang (Addatuang = semacam pemerintahan distrik di
masa lalu) yang bernama Nenek Mallomo’. Dia bukan berasal dari kalangan
keluarga istana, akan tetapi kepandaiannya dalam tata hukum negara dan
pemerintahan membuat namanya cukup tersohor. Sebuah tatanan hukum yang sampai
saat ini masih diabadikan di Sidenreng yaitu: Naiya Ade’e De’nakkeambo, de’to
nakkeana. (Terjemahan : sesungguhnya ADAT itu tidak mengenal Bapak dan tidak
mengenal Anak). Kata bijaksana itu dikeluarkan Nenek Mallomo’ ketika dipanggil
oleh Raja untuk memutuskan hukuman kepada putera Nenek Mallomo yang mencuri
peralatan bajak tetangga sawahnya. Dalam Lontara’ La Toa, Nenek Mallomo’
disepadankan dengan tokoh-tokoh Bugis-Makassar lainnya, seperti I Lagaligo,
Puang Rimaggalatung, Kajao Laliddo, dan sebagainya. Keberhasilan panen padi di
Sidenreng karena ketegasan Nenek Mallomo’ dalam menjalankan hukum, hal ini
terlihat dalam budaya masyarakat setempat dalam menentukan masa tanam melalui
musyawarah yang disebut TUDANG SIPULUNG (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul
atau dapat diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar) yang dihadiri oleh
para Pallontara’ (ahli mengenai buku Lontara’) dan tokoh-tokoh masyarakat adat.
Melihat keberhasilan TUDANG SIPULUNG yang pada mulanya diprakarsai oleh Bupati
kedua, Bapak Kolonel Arifin Nu’mang sebelum tahun 1980, daerah-daerah lain pun
sudah menerapkannya.
Adat panen:
Mulai dari turun ke sawah,
membajak, sampai tiba waktunya panen raya. Ada upacara appalili sebelum
pembajakan tanah. Ada Appatinro pare atau appabenni ase sebelum bibit padi
disemaikan. Ritual ini juga biasa dilakukan saat menyimpan bibit padi di possi
balla, sebuah tempat khusus terletak di pusat rumah yang ditujukan untuk
menjaga agar tak satu binatang pun lewat di atasnya. Lalu ritual itu dirangkai
dengan massureq, membaca meong palo karallae, salah satu epos Lagaligo tentang
padi. Dan ketika panen tiba digelarlah katto bokko, ritual panen raya yang
biasanya diiringi dengan kelong pare. Setelah melalui rangkaian ritual itu
barulah dilaksanakan Mapadendang. Di Sidrap dan sekitarnya ritual ini dikenal
dengan appadekko, yang berarti adengka ase lolo, kegiatan menumbuk padi muda.
Appadekko dan Mappadendang konon memang berawal dari aktifitas ini.
Bagi komunitas Pakalu,
ritual mappadendang mengingatkan kita pada kosmologi hidup petani pedesaan
sehari-hari. Padi bukan hanya sumber kehidupan. Ia juga makhluk manusia. Ia
berkorban dan berubah wujud menjadi padi. Agar manusia memperoleh sesuatu untuk
dimakan, yang seolah ingin menghidupkan kembali mitos Sangiyang Sri, atau Dewi
Sri di pedesaan Jawa, yang diyakini sebagai dewi padi yang sangat dihormati.
Tapi itu dulu. Ketika tanah
dan padi masih menjadi sumber kehidupan yang mesti dihormati dan diagungkan.
Sebelum akhirnya bertani menjadi sarana bisnis dan proyek peningkatan surplus
produksi ekonomi nasional.
Sekadar mengingat kembali
lebih dari 30 tahunan yang silam, pemerintah melancarkan program intensifikasi
pertanian di desa-desa, yang dikenal dengan revolusi hijau dalam pembangunan
pertanian. Program itu, di awal tahun 1970-an, populer dengan nama Bimas Padi
Sawah. Nyaris tak ada satu jengkal pun lahan pertanian yang terhindar dari
proyek berorientasi swasembada dan bisnis pertanian ini. Segala cara dilakukan
para penyuluh dan pegawai Bimas, melalui ancaman maupun paksaan, agar para
petani menjalankan program bimas. Kelompok-kelompok petani dibentuk. Modernisasi
sistem pertanian dilancarkan. Hingga pengenalan varietas baru yang
disebut-sebut sebagai ‘bibit unggul’ itu wajib ditanam.
Sejak saat itu pare riolo
yang biasa disemai para petani ini mulai jarang ditanam. Dan digantikan dengan
varietas ‘unggul’ padi sawah. Seperti padi Shinta, Dara, Remaja, yang merupakan
produk persilangan yang dikeluarkan Lembaga Pusat Pertanian (LP-3) Bogor. Atau
varietas unggul baru macam IR-5 dan IR-8 yang dikenal dengan PB-5 dan PB-8 yang
hasil rekayasa Rice Researce Institute (IRRI). Teknik baru berupa mesin-mesin
traktor juga menggantikan sistem pengolahan tanah yang mengandalkan tenaga sapi
atau kerbau.
Seiring dengan modernisasi
sistem pertanian dan orientasi pada aktifitas peningkatan “income” dan produksi
nasional. Akhirnya ritual-ritual bercocok tanam yang rutin digelar, lambat laun
mulai hilang. Lantaran sistem pertanian pendukung ritual itu semakin
ditinggalkan. Tak ada lagi memanen dengan ani-ani. Tak ada lagi katto bokko.
Tidak pula kelong pare dan mappadendang. Bersamaan dengan itu tiada lagi
penghargaan terhadap sumber kehidupan. Praktek menanam tidak berurusan dengan
anugerah Sangiyang Sri seperti yang diyakini selama ini. Tapi soal bagaimana
produk pertanian dapat mengejar target produksi nasional yang diharapkan para
penyuluh pertanian.
Mapadendang itu tradisi
menumbuk padi. Dulu merontokkan padi itu dengan menumbuk. Sekarang sudah pakai
mesin giling. Makanya mapadendang pun semakin jarang dilakukan. Padahal dalam
ritual itulah rasa kebersamaan para petani muncul. Bahkan mappadendang menjadi
tempat pertemuan muda-mudi yang ingin mencari pasangan hidup. Dalam ritual itu
setiap pasangan mulai saling mengenal calon pasangannya, memperhatikan sikap
dan tingkah lakunya.
Kini penghargaan terhadap
padi sebagai sumber kehidupan sudah pudar. Orang-orang sekarang hanya berpikir
bagaimana bibit itu bisa cepat tumbuh dan cepat panen. Meski demikian, tidak
berarti program pembangunan pertanian masa pemerintahan Suharto yang berhasil
mengubah kultur masyarakat pedesaan ini tanpa menuai reaksi dan protes. Di
Sidrap, misalnya. Puluhan petani enggan beralih bibit padi baru. Di Kindang
yang masuk wilayah Bulukumba, seorang petani bernama Karaeng Haji menantang
seorang penyuluh pertanian yang mendatanginya. Cerita yang dituturkan Massewali
ini justeru membuktikan hasil panen Karaeng Haji jauh lebih besar ketimbang
hasil panen yang dijanjikan para penyuluh pertanian dari Bimas. Di banyak
tempat di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah-daerah pertanian, kasus-kasus
serupa tak sedikit jumlahnya.
Alasannya pun
bermacam-macam. Dikatakan, misalnya varietas bibit baru unggulan itu
kenyataannya cuma unggul sekali panen atau paling banter dua kali panen. Adapun
untuk masa tanam berikutnya mereka harus mengganti bibit dengan cara membeli
bibit baru melalui unit koperasi yang masih dijalankan secara ‘top-dawn’ pula.
Tentu saja ini menyulitkan para petani yang harus bergonta-ganti bibit baru
setiap musim tanam.
Respon yang lain juga
diperlihatkan oleh komunitas Pakalu. Seperti dituturkan Mustari dan Halima,
mereka menerima varietas bibit baru untuk sebagian persawahan mereka. Di pihak
lain mereka juga tidak meninggalkan varietas padi lama yang lebih terbukti
hasilnya. Dengan cara itu selain memperoleh hasil produksi yang melimpah,
mereka pun masih bisa menjalani mappadendang. Ritual yang menjadi bagian dari
penghayatan hidup mereka sehari-hari.
Di Kabupaten Sidrap dewasa
ini, tradisi mappadendang digelar dengan acara makan bersama di balai desa yang
dihadiri oleh tetua-tetua, pemuka adat, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan
semua petani-petani. Acara ini dimaksudkan untuk mensyukuri hasil panen mereka.
Mereka mensyukuri rejeki yang dilimpahkan oleh Allah SWT kepada mereka.
Adat pernikahan:
Pernikahan yang kemudian
dilanjutkan dengan pesta perkawinan merupakan hal yang membahagiakan bagi semua
orang terutama bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Di Sulawesi Selatan
terdapat banyak adat perkawinan sesuai dengan suku dan kepercayaan masyarakat.
Bagi orang Bugis-Makassar, pernikahan/perkawinan diawali dengan proses melamar
atau “Assuro” (Makassar) dan “Madduta” (Bugis). Jika lamaran diterima,
dilanjutkan dengan proses membawa uang lamaran dari pihak pria yang akan
dipakai untuk acara pesta perkawinan oleh pihak wanita ini disebut dengan
“Mappenre dui” (bugis) atau “Appanai leko caddi” (Makassar). Pada saat
mengantar uang lamaran kemudian ditetapkan hari baik untuk acara pesta
perkawinan yang merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Sehari sebelum hari
“H” berlangsung acara “malam pacar” mappaci (bugis) atau “akkorontigi”
(Makassar), calon pengantin baik pria maupun wanita (biasanya sdh mengenakan
pakaian adat daerah masing-masing) duduk bersila menunggu keluarga atau kerabat
lainnya datang mengoleskan daun pacar ke tangan mereka sambil diiringi do’a-do’a
untuk kebahagiaan mereka. Keesokan harinya (Hari “H”), para kerabat datang
untuk membantu mempersiapkan acara pesta mulai dari lokasi, dekoasi, konsumsi,
transportasi dan hal-hal lainnya demi kelancaran acara. Pengantin pria
diberangkatkan dari rumahnya (Mappenre Botting = Bugis / Appanai leko lompo =
Makassar) diiringi oleh kerabat dalam pakaian pengantin lengkap dengan barang
seserahan ‘erang-erang’ menuju rumah mempelai wanita. Setibanya di rumah
mempelai wanita, pernikahanpun dilangsungkan, mempelai pria mengucapkan ijab
kabul dihadapan penghulu disaksikan oleh keluarga dan kerabat lainnya. Setelah
proses pernikahan selesai, para pengantar dipersilakan menikmati hidangan yang
telah dipersiapkan. Selanjutnya, para pengantar pulang dan mempelai pria tetap
di rumah mempelai wanita untuk menerima tamu-tamu yang datang untuk mengucapkan
selamat dan menyaksikan acara pesta perkawinan. Pada acara pesta perkawinan
biasanya meriah karena diiringan oleh hiburan organ tunggal atau kesenian
daerah lainnya. Keesokan harinya, sepasang pengantin selanjutnya diantar ke
rumah mempelai pria dengan iring-iringan yang tak kalah meriahnya. Selanjutnya,
rumah mempelai pria berlangsung acara yang sama, bahasa Bugis disebut
‘mapparola’.
~ ivool insight ~
Source
: Wikipedia, www.rappang.com,
wordpress.com, Amdya Hisyam, kebudayaan bugis, suku, daerah, bugis, adat
istiadat, google, yahoo, Istana Langit, Architecture Guideline Design Handbook,
yellowpages, kompas, detik, RCTI, SCTV, TRANS TV, Lativi, TVRI, RRI, MNC, Discovery
Channel, National Geography, Metro TV, Indonesian Government Official Site,
kompas, detik, kas-kus, CNN, BBC,
Social
Media
Beauty of
Indonesian Islands and All Cultures And The Amazing Nature
.
T A G S :
Arsitek,
architect, aristektur, architecture, airport, airports, agoda, austria,
airlines, ancient, attraction, audrey khalida, asia, asean, adisucipto,
argentina, australia, asia tile, albasia, atap, ac, air conditioning,
aluminium, andy, balkon, blackberry, bedroom, bathroom, batu, batu alam, beach,
bali, borneo, bengkirai, bangkirai, bluescoope, booking, board, baja, iwf,
beam, broco, booth, bathub, budget, brazil, batam, bandung, bali, borobudur,
bedugul, belitung, bangka, batik, budha, budaya, blackberry, buddhist, batam,
belgium, beach, beaches, brunei, beverages, bunaken, carport, canopy, coat,
coating, casa monte rosa, civil engineering, career, carpet, cornice, cat,
campaign, chile, candi, central java, canada, culture, cultural, clipsal,
chair, cost, dapur, dinning room, desk, download, denmark, denpasar, dive,
diving, download, design, desain, eksterior, essenza, elephant, eternit, edico,
eterna, exhaust fan, egypt, ethnic, etnik, east java, exhibition, finishing, façade, free, furniture, fan, facebook,
facebook login, friendster, friendster login, finland, france, forest,
festivities, festival, food, funny, free, garasi, garden, gubahan, gratis, granito, granit, granite, gypsum, gipsum,
glugu, grc, gratis, genteng, genteng beton, genteng keramik, genteng metal,
galvanize, gambar, google, gili, gratis, gunung, guide, germany, guide book,
hotel, hotel bali, hotel yogyakarta, hotel bandung, hotel jakarta, hotel solo,
hotel batam, heritage, hutan, hindu, hungary, hong kong, hindhus, hardscape,
home, home theatre, harflex, hotel, humor, handphone, interior, ici, inbow,
island, istana, istalastu, istana langit, istana langit studio, indonesia,
iran, istana, istana langit, istalastu, italy, islam, ireland, irian, jakarta,
jungle, jogja, jogjakarta, java, jawa, jawa timur, jawa barat, jawa tengah,
japan, jimbaran, jati, joke, jacuzi, kamar, kend, kolam, kamar anak, kamar
tidur, kitchen, karier, keramik, kalsi, kalsiplank, kayu, kalimantan, kruing,
knauff, kalsiboard, kabel, kusen, kaca, kusen kayu, kusen aluminium, kursi,
kloset, kos, kost, KFC, kalimantan, kaliurang, kuliner, kuwait, kuta,
legian,luxembourg, language, laweyan, lombok, labuan bajo, landscape, living
room, lovina, lisplank, lysaght, lemari, lampu, lucu, losmen, milan, mulia,
meranti, multiplek, metal, metal roof, multi roof, mpoin, murah, meubel, meja,
mowilex, mezanine, murah, Mc’Donald, makanan, manado, minuman, muslim, moslem,
magelang, mountain, macau, morocco, malaysia, mount, nusa dua, ngurah rai, nusa
tenggara, nasional, new zealand, norway, natural, national, outbow, Oman,
parai, pantai parai, peru, philippines, passport, pbb, pizza hut, portugal,
prambanan, parks, park, poland, pdf, pantai, pantai kuta, pantai jimbaran,
pantai parai, park, platinum, plafond, parquete, prima, panasonic, paralon,
plat, dag, properti, property, perumahan, qatar, russia, rimba, resor, resort,
resorts, room, ruang, ruang makan, ruang kerja, ruang belajar, ruang tamu,
ruang keluarga, roman, rangka atap, rumah, resor, resort, softscape, super
milan, smartruss, star, sakura, surya roof, sirap, supreme, sparing, sloof,
slab, stone, studio, shower, search enginee, sulawesi, saudi arabia, sumatra,
stupa, sangeh, sandang sari, surakarta, solo, singapore, surabaya, semarang, switzerland,
spain, south africa, south korea, taiwan, tripadvisor, the united kingdom and
the united states, travel, thailand, travels, travellers, traditional,
tradisional, tradition, transport, temple, taman, tour, tourism, tourisme,
tondano, taman, teras, tampak, tanah, tanah liat, table, theme, united arab
emirates, unesco, uno, visa, vacation, vietnam, video, volcanoes, void,
vacancy, video, wood, wood filler, west java, wood coating, woodplank,
waterproof, waterproofing, wavin, yellowpages, yogyakarta, zyncalume, 3Gp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tingkalkan pesan