Malam itu, aku baru balik
ke mess, kemudian memperhatikan wajah
yang sudah beberapa hari nggak kena sentuhan cukuran. Kumis tumbuh bak ilalang
dengan tingkat kelebatan yang berbedadi kedua ujungnya. Kumis aku jadi mirip
kumis lele dan dan tiap ngaca aku jadi pengen nge-pecel muka sendiri. Biar
gantengan dikit, aku memutuskan malam itu juga untuk mencukurnya. Aku menuju
kamar mandi yang ada di dalam kamarku (maksudnya kamar yang dilengkapi dengan
ada kamar mandinya yaa..) untuk mengeksekusi sesi cukur kumis. Tanpa ba bi bu,
aku langsung menempelkan cukuran ke atas bibir.
Eh, tapi kok nggak kepotong
?
“Oh, ternyata ada plastik
penutup yang melapisi mata cukuran,” (kataku dalam hati sambil dengan santai coba
membuka penutup plastik yang baru), “eh, kok susah ya ?”
Setelah kebuka aku mulai
lagi melanjutkan cukur kumis, di tengah perjalanan karena pisau cukur baru, aku
merasa ada rasa-rasa perih dan kemudian muncul beberapa titik-titik warna merah
(ternyata melukai, sambil menahan rasa perih).
Apa aku berhenti nyukur ?? aku tetep positive thinking aja deh (dengan
muka meringis), aku mencukur kumis sampai bersih.
Selesai cukuran kumis, dan
kembali ngaca, eh udah cakep (kataku dalam hati, menilai diriku sendiri,
ha..ha..). Duduk sejenak dan berpikir apa lagi yah aku mau kerjain, mau buka
laptop tapi malesnya minta ampun ( padahal males ngga salah apa-apa yaa,
ha..ha..). Kubuka laci meja dan melihat alat potong kuku (lampu otakku nyala
dan mikir untuk potong kuku, sambil melihat kuku jari-jari tangan dan kaki ku).
Akhirnya, tanpa ba bi bu lagi, aku
mengeksekusi lagi yang di mulai dengan memotong kuku jari-jari tangan.
Setelah ke sepuluh kuku jari-jari tangan sudah kupotong, ku melanjutkan dengan memotong kuku jari-jari kaki. Dimulai dari yang paling kecil hingga yang paling gede (yang paling kecil itu kelingking kaki dan yang paling gede yaitu jempol kaki). Tibanya kuku jempol kaki yang aku mau potong, ku melihat ada kotoran di sela-selanya (mikir lagi, dengan alat potong kuku sangat tidak efektif karena bentuknya ngga bisa masuk bersihin ke sela-sela jempol kaki), mata ku mulai jelalatan di sekitaran meja, mencari benda yang bisa korek-korek sela kuku jempol kakiku, berselang satu menit mencari belom dapat juga, laci kedua mulai ku buka dan melihat pisau cutter (sempet mikir sih bukan kegunaannya tapi aku orangnya positive thinking trus, ha..ha..). tanpa pikir panjang lagi, langsung mengarahkan pisau cutter ke jempol kaki, pelan-pelan kutekan, makin pelan dan makin pe…
PRAK..!!
Memakan korban. JEMPOL KAKI
KANAN AKU BERDARAH !!
Jempolku berdarah kena
pisau cutter. Dan ini bukan hanya kegores, tapi kuku jempolku kepotong cukup
dalam. Pisau cutternya tajam banget (pisau cutter baru sih juga), Ini yang ngasah ahli samurai apa gimana sih ??
Cuma kesabet sekali, lukanya sampe dalem. Darahnya terus ngucur, ga mau
berhenti. Dalam hitungan detik, di lantai bawah mejaku kayak di film-film horror.
Arus darahnya bercucuran jatuh kelantai dan tissue yang habis dipakai buat
ngelap dari jempol kakiku.
Karena darah yang terus
mengucur, paling di kasih alcohol gitu juga udah berhenti dan sembuh (aku punya
kotak P3K, yaa lumayan lah isinya), aku
harus teken lukanya kenceng-kenceng dan begitu darahnya udah mendingan. Proses penempelan
kain kasa yang udah aku kasih alcohol ini baru berhasil di tempelan yang ke
dua. Apakah cerita berhenti sampai di sini ?? Oh, tentu tidak. Kain kasa tadi
ga berhasil menghentikan darahnya. Masih ngucur!
Aku mulai panik. Aku takut
mati kehabisan darah. Ya masa kumati
gara-gara keabisan darah kena pisau cutter ?? Bisa malu nanti kalo ditanya di
akhirat.
“Kamu
yang dadanya bolong, mati kenapa?” tanya malaikat.
“Saya mati kehabisan darah. Karena
tertembak saat perang.”
“Kamu patriotik sekali. Sana, masuk surga.”
“Makasih, Om.”
“Kamu
yang tangannya buntung, mati kenapa?”
“Saya mati kehabisan darah. Karena terbacok
saat melawan maling.”
“Kamu membanggakan. Sana, masuk surga.”
“Makasih, Om.”
“Nah, kalo kamu mati kenapa? Kayaknya ga
kenapa-kenapa. Badan masih utuh gitu.”
“Kehabisan darah juga, Om.”
“Ketembak? Kebacok?”
“Bukan, Om.”
“Terus?”
“Kuku jempol kaki kepotong dikit, Om.”
“JANGAN BECANDA. AKHIRAT PENUH. SANA, HIDUP
LAGI!”
Dari pada malu ditolak
akhirat, aku coba berhentiin darahnya sekali lagi. Bilas berkali-kali, tapi
darahnya masih mengalir. Tekan keras-keras pake kain kasa juga sama aja
hasilnya. Aku hanya bisa menelan ludah pelan-pelan. Ide liar pun mulai tumbuh
dalam kepala. Gimana kalo jempolku dililit softex? Terserah lah yang bersayap
atau ngga, tapi daya serap softex sepertinya lebih bagus ketimbang kain kasa.
Eh, tapi ini kan kejadiannya udah malam Jadi apa aku mesti pake softex yang
model malam hari ?? Yang lebih panjang di bagian belakang ?? Terus apa aku
bakal PMS ?? INI KOK JADI NGELANTUR ?!
Anywaaayyy..
Setelah menunggu 5 menit ,
the moment of truth untuk membungkus jempol aku yang malang ini. tiba-tiba aja
jempol aku udah mendingan. Jempol aku prihatin kayaknya ama aku. Pengertian
banget !!
Dengan keahlian bungkus
paket JNE, jempol aku bisa terlilit dengan lumayan. Akhirnya, aku bisa menikmati
malam ini dengan damai dan tanpa pengalaman aneh-aneh lagi.
Udah dulu yah, see u next
time….. ciao !!
Subang, 28 Mei 2014
~ ivool insight ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tingkalkan pesan